***
Malam
ini sebenarnya ingin sekali teriak sekencang-kencangnya, atau diam-sediam
diamnya. Entah apa yang jadi beban malam ini seolah ada problem besar
menghadang. Emosionalku tidak bisa dikontrol ibarat terkuncinya peluru kendali kearah
sasarannya.
Sebenarnya
keresahan ini sudah aku rasakan sejak lama, sejak belanda belum menyerang (kelamaan kali ya). Tapi apapun itu, aku
hanyalah impian yang masih mengambang dan belum bisa mengetahui dimana tempat
untuk berpijak.
Semua
asal dan hal bermula dari hati, termasuk aku menulis semua ini. Ingin rasanya
melalui hari-hariku dengan karya, tapi apa daya aku orang biasa dan tak punya. Setelah
out of topic, ada hal yang ingin aku sampaikan kepada kerabat maupun sahabat. Bawasannya
ada kucing lari membawa curiaanya. Maksudnya ialah seseorang lebih mementingkan
apa yang menjadi keinginannya daripada kepentingan orang banyak, begitulah
kira-kira.
Lihat
saja, lebih banyak pengangguran yang kurang lapangan pekerjaan daripada orang
kaya yang punya ladang untuk di tambang. Sedikit dari mereka berfikir bagaimana
caranya agar yang lontang-lantung cari kerja, yang kaya buka usahanya dengan
apa yang dia miliki.
Hari
ini adalah rutinitasku pergi keluar dari rumah. ya walaupun banyak yang
mengatakan aku ini kucing rumahan, bukan
berarti aku hanya stay at home saja selama ini. bukankah sebutan itu lebih
bagus daripada jadi kucing garong?. . . agenda hari ini sama saja seperti
beberapa minggu terakhir, dimana banyak hal yang belum bisa aku selesaikan
terutama finansial. Finansialku sekarang sedang diuji coba, aku juga gak tau
kapan layak jalan. Dapat info lowongan kerja di Solo juga gak jelas arahnya
kemana, ditanya kapan lowongannya ditutup, eh malah tidak ada jawaban. Selama ini
yang menjadi beban pikiranku ialah kebahagiaan orang tuaku, mereka mulai merasa
bahwa aku seperti anak kecil lagi. Plin Planlah, mudah mengeluh lah, salah ini
itu. Namun aku tak bisa lari dari kritikan tersebut.
Aku masih
harus mencari filosofi dibalik semua ini yang akhirnya tidak ketemu. Sembunyi dimana
aku juga tak mengerti. Kayaknya malam ini adalah malam tergaring yang aku
alami. Dimana sungai mulai mengering, air cadangan habis, buat cebok aja susah.
Tenggorokan yang biasanya lega disiram air es, kini harus puasa sementara biar jasmaniku
merasakan apa yang rohaniku rasakan.
Tak jauh dari
apa yang aku ungkapkan, ternyata sedikit dari banyak orang yang meremehkan aku.
Ini terbukti dari sikap mereka yang melihat aku sebelah mata. Ya, mata
memandang seolah aku ini seorang yang tak punya pegangan hidup. Merana memang.
jelas dan pasti, suatu saat aku berhak akan kedua matanya.
Ceritaku ini
garing rasanya, tapi aku yakin kalianlah yang akan menyiram dan bahkan
menyejukan hidupku ini. Dekat setelah semua ini berakhir, aku tak mengerti apa
yang akan terjadi
Larut dengan
semua itu. Aku juga bersyukur, mungkin dari sinilah cerita itu bermula. Dari tumbuhan
yang kering, kemudian ditimpa air embun yang sejuk yang kemudian tumbuh dan
berkembang. . .
No comments:
Post a Comment