***
Beberapa hari
yang lalu gue ngerasain sesuatu yang hilang dari perasaan. Perasaan gue lagi
gak mood buat nulis panjang-panjang, gak mood kalo lagi diare, gak mood kalo
lagi badmood.
Oke,
kemarin gue habis kehilangan hewan peliharaan kesayangan gue. Namanya Embek.
Dia mungkin satu”nya hewan peliharaan yang paling jinak yang gue punya selain
kecoak bunting, babi kampret, dan trenggiling salto. Gue nangis beberapa ember
pas tau embek mati karena kejepit pintu.
Gue
waktu itu habis dari ngejemur kacang. Biasa bro, anak petani harus memanfaatkan
hasil bumi. Tiba-tiba nenek gue teriak-teriak dari belakang.
‘
Ji, ITU KAMBINGNYA KEJEPIT KAYAKNYA.’
‘
Iya nek, bentar.’
Tanpa
ngeliat kanan kiri, gue langsung aja lompati pagar masuk kadang kambing. Tapi
sayang, si embek nyawanya gak ketolong lagi. Gue elus” kepalanya yang halus.
Dia mungkin hewan yang tak punya naluri, tapi kalo masalah hati, rasanya
seperti terbawa mati. Gue pegang detak nadinya gak berdetak lagi. Dia mati dipelukan
gue, dan satu kata yang gak pernah gue lupakan adalah.
‘
Embeeekkk…’ *nafasnya berhenti.*
Sang
induk merasa kehilangan. Satu-satunya keturunan yang dia timang” 3 minggu ini
harus mati karena pintu. Dan gue tau dari roman mukanya yang menetesakan air
mata. Sejak saat itu, dia merasa kesepian di kandangnya sendiri.
Hidup
juga demikian. Saat kita menyayangi seseorang, ada masanya bertemu, bersama dan
berpisah. Bagi gue, hidup itu gak cuman sederhana, tapi hidup itu luar biasa. Dan
kadang, seseorang harus pergi untuk kembali.
No comments:
Post a Comment